Pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 serta PPN merupakan salah satu kewajiban bendaharawan pemerintah sebagai pemotong PPh pasal 23 dan pemungut PPh Pasal 22 serta PPN. Pemotongan dan pemungutan dilakukan ketika bendaharawan melakukan transaksi belanja baik barang maupun jasa dengan menggunakan dana yang bersumber dari APBN/APBD.
Apabila bendahara pemerintah melakukan transaksi belanja dengan rekanan yang memiliki peredaran usaha bruto di atas Rp. 4,8 Milyar setahun, mungkin tidak menjadi masalah. Namun apabila bendahara pemerintah melakukan transaksi belanja barang dan atau jasa dengan Wajib Pajak yang peredaran usaha brutonya tidak melebihi Rp. 4,8 Milyar setahun, maka bisa terjadi dobel pemotongan pajak karena rekanan tersebut telah dikenai PPh Final Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013 atas objek pajak yang sama.
Berdasarkan Undang-undang nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa Bendahara Pemerintah termasuk sebagai pemotong dan pemungut pajak. Oleh karena itu, pada saat Bendahara melakukan transaksi belanja dengan rekanan maka bendahara wajib memotong atau memungut pajak-pajaknya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan.
Sebagai contoh misalnya Bendahara SD ABC melakukan transaksi belanja dengan Toko XYZ yang merupakan Wajib Pajak PP 46 tahun 2013. Belanja yang dilakukan oleh Bendahara SD ABC berupa pembelian meja dan kursi untuk sekolah dengan nilai belanja sebesar Rp. 11.000.000,-. Maka Bendaharawan akan memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp. 125.000,- dan PPN sebesar Rp. 1.000.000,- kepada Toko XYZ.
Pada saat yang sama Toko XYZ juga harus membayar PPh Final Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013 termasuk transaksi yang telah dipungut PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan. Dari contoh tersebut maka terjadi dobel pemotongan pajak atas objek pajak penghasilan yang sama dari transaksi dengan bendaharawan pemerintah. Bagaimana solusinya agar tidak terjadi dobel pemotongan pajak tersebut?.
Demikian semoga dapat membantu anda memahami pajak berkaitan dengan pemotongan dan pemungutan pajak oleh bendaharawan bagi Wajib Pajak yang sudah membayar pajak berdasarkan PP 46 Tahun 2013. Terimakasih.
Baca artikel yang lain: Tata Cara Pindah Alamat atau Kedudukan NPWP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Maupun Badan.
Apabila bendahara pemerintah melakukan transaksi belanja dengan rekanan yang memiliki peredaran usaha bruto di atas Rp. 4,8 Milyar setahun, mungkin tidak menjadi masalah. Namun apabila bendahara pemerintah melakukan transaksi belanja barang dan atau jasa dengan Wajib Pajak yang peredaran usaha brutonya tidak melebihi Rp. 4,8 Milyar setahun, maka bisa terjadi dobel pemotongan pajak karena rekanan tersebut telah dikenai PPh Final Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013 atas objek pajak yang sama.
Pemotongan dan Pemungutan Pajak oleh Bendahara Pemerintah
Pajak oleh Bendahara |
Sebagai contoh misalnya Bendahara SD ABC melakukan transaksi belanja dengan Toko XYZ yang merupakan Wajib Pajak PP 46 tahun 2013. Belanja yang dilakukan oleh Bendahara SD ABC berupa pembelian meja dan kursi untuk sekolah dengan nilai belanja sebesar Rp. 11.000.000,-. Maka Bendaharawan akan memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp. 125.000,- dan PPN sebesar Rp. 1.000.000,- kepada Toko XYZ.
Pemotongan dan Pemungutan Pajak |
Pada saat yang sama Toko XYZ juga harus membayar PPh Final Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013 termasuk transaksi yang telah dipungut PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan. Dari contoh tersebut maka terjadi dobel pemotongan pajak atas objek pajak penghasilan yang sama dari transaksi dengan bendaharawan pemerintah. Bagaimana solusinya agar tidak terjadi dobel pemotongan pajak tersebut?.
Solusi Agar Tidak Terjadi Dobel Pemotongan atas Objek Pajak yang Sama
Untuk menghindari dobel pemotongan pajak atas objek pajak penghasilan yang sama seperti contoh di atas, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 atau Pasal 23. Surat permohonan diajukan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama dimana anda terdaftar dengan melengkapi persyaratan berupa:- Fotokopi SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk WP yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya SKB.
- Menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani WP atau kuasa WP yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai PPh bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya SKB, untuk WP yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat diajukannya SKB.
- Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
- Ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
SKB
Demikian semoga dapat membantu anda memahami pajak berkaitan dengan pemotongan dan pemungutan pajak oleh bendaharawan bagi Wajib Pajak yang sudah membayar pajak berdasarkan PP 46 Tahun 2013. Terimakasih.
Baca artikel yang lain: Tata Cara Pindah Alamat atau Kedudukan NPWP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Maupun Badan.
Klo sdh terlnjur dipotong bagaimana solusinya pak, klo mau pbk jg ssh krn bendaharawan menulis nama bendaharawan sendiri sebagai penyetor pjk.
BalasHapusUntuk jenis pajak PPh Pasal 23 memang yang digunakan di SSP adalah NPWP bendaharawan. Namun untuk jenis pajak PPh Pasal 22 dan PPN yang digunakan adalah NPWP rekanan.
HapusPemindahbukuan tetap bisa apabila bendahara salah dalam menggunakan NPWP, contoh jika bendaharawan salah menggunakan NPWP bendahara untuk jenis PPh Pasal 22.
Namun jika bendahara sudah betul dalam penerapan ketentuan, maka solusi yang terakhir adalah mengembalikan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 sebagai kredit pajak di SPT tahunan.
Demikian kurang lebih penjelasannya, kalau masih ada yang mengganjal monggo ditanyakan kembali.
tahun 2015 kurang 4,8M, tahun 2016 lebih dari 4,8 M, apakah bisa menggunakan Pasal 31e ayat 1, karna setiap konsultasi pegawai pajak yg menyarankan ini (5x konsul), dengan mengkreditkan PPh22 dan PPh 23, setelah saya hitung terjadi kurang bayar tetapi tidak begitu besar. tetapi masalhnya AR tetep minta dikenaka PP 46 dan tetep bayar 1%...bagamana solusinya.
HapusYg dipotong pph 22, saya mengajukan pbk atas saran AR tp sdh 5 bln lebih gak diproses sm prshn bumn trsbt, brti sy ttp bayar yg 1%... AR tdk bs membantu krn beda propinsi kntr pjk. Trm kash atas penjelasannya.
BalasHapusPertama BUMN salah menggunakan NPWP BUMN, seharusnya yang dipakai adalah NPWP rekanan.
HapusKalau kasusnya seperti itu (BUMN dan rekanan terdaftar di Kantor yang berbeda dan salah penggunaan NPWP), maka yang dapat mengajukan pemindahbukuan adalah BUMN tersebut dan diajukan ke KPP dimana BUMN terdaftar karena setoran pajaknya diadministrasikan di tempat BUMN tersebut terdaftar.
Trimakasih artikelnya, masih saja ada yang tetap memotong pph ps.22, sementara rekanan tetap wajib membayar pph final (1%)
BalasHapus